Poso adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah yang beribu kota di Kota Poso. Luas wilayahnya mencapai 7.112,25 km persegi dan berpenduduk sebanyak 248.325 jiwa pada 2021.
Sektor perkebunan di daerah ini berpotensi besar untuk dikembangkan, dengan komoditi utama yang dihasilkan berupa kakao, kelapa dalam, kopi arabika, kopi robusta, cengkeh, lada, dan jambu mete. Untuk kegiatan pertanian di daerah in,i tanaman pangan masih menjadi andalan yang utama berupa padi, tanaman holtikultura, dan palawija.
Tentu bukan itu saja hal-hal menarik dari Poso. Berikut enam fakta menarik seputar Kabupaten Poso yang dirangkum dari berbagai sumber.
1. Suku Poso
Suku Pamona atau sering disebut sebagai suku Poso, Bare’e, atau To Pamona mendiami hampir seluruh wilayah Kabupaten Poso, sebagian Kabupaten Tojo Una-Una, dan sebagian Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Bahkan, ada juga beberapa yang tinggal di Kabupaten Luwu Timur di Sulawesi Selatan, dan sebagian kecil yang tersisa hidup di bagian lain di Indonesia.
Hampir semua orang menggunakan bahasa Pamona dan bahasa Indonesia yang dicampurkan dengan kalimat slang lokal. Pekerjaan orang suku Pamona biasanya sebagai petani, pendeta, pastor, wirausahawan, pejabat pemerintahan, dan sebagainya.
Nama Pamona juga merujuk kepada persatuan dari beberapa etnis di Kabupaten Poso, yang merupakan singkatan dari Pakaroso Mosintuwu Naka Molanto (Pamona). Kemudian, Pamona menjadi sebuah suku bangsa yang disatukan di bawah pemerintahan kolonial Belanda. Nama Pamona dideklarasikan di Tentena.
2. Danau Poso
Danau Poso merupakan sebuah danau yang terletak di Kabupaten Poso, dan merupakan danau terdalam ketiga di Indonesia. Danau ini memiliki panjang 32 km dan lebar 16 km. Festival Danau Poso diadakan di Tentena, kota di pinggir danau ini.
Kota Tentena terletak di bagian utara, sedangkan beberapa desa kecil berada di pesisir pantai. Air danau ini mengalir menuju Sungai Poso di Tentena, yang terus hingga ke Teluk Tomini di Kota Poso. Sebuah taman yang berisi anggrek liar terletak di dekat Desa Bancea.
Di sekitar hutan yang mengelilingi danau juga masih dapat ditemukan anoa (sapi hutan) dan babirusa (atau babi rusa), seekor babi jenis ruminan. Dua spesies terancam punah ini merupakan salah satu dari fauna endemik yang hanya terdapat di Pulau Sulawesi.
Danau ini merupakan habitat dari sejumlah ikan, termasuk belut Anguilla marmorata yang bermigrasi antara danau dan laut, dan 11 spesies ikan endemik yang hanya terdapat di danau ini, Di sini juga banyak terdapat siput air tawar endemik Tylomelania, dan juga beberapa udang endemik dan kepiting Parathelphusidae.
3. Tas Ramah Lingkungan
Poso dikenal sebagai daerah penghasil tas dari bahan kulit kayu. Komunitas Cinta Bumi Artisans menciptakan inovasi terbaru berwujud tas ramah lingkungan yang dibuat dari bahan kulit kayu.Bahan utama tas tersebut adalah kulit kayu pohon Bea atau dikenal pula dengan nama Saeh yang dimanfaatkan tanpa membunuh pohon induknya. Kulit pohon itu juga disebut kain tapa di Lembah Bada, Poso, Sulawesi Tengah.
“Awalnya saya riset resort, tapi ternyata jatuh cinta sama kerajinan tangan di Poso ini,” kata Novieta Tourisia, pendiri Komunitas Cinta Bumi Artisans kepada Liputan6.com, 3 Oktober 2019.
Lulusan akademi pariwisata itu tak sengaja menekuni usaha tas kulit kayu. Pada 2013, ia mengajak perajin kulit kayu di pelosok Poso untuk bekerja sama. Tak hanya sekadar memperoleh barang bagus, ia juga ingin mengubah citra Poso yang selama ini dikenal sebagai sarang teroris dan daerah rusuh.
Bukan perkara mudah meyakinkan para perajin untuk bergabung. Ia butuh pendekatan intensif hingga akhirnya tas ramah lingkungan yang diinginkannya bisa diluncurkan perdana pada 2015. Menurut Novieta, dari hanya dua perajin yang mau bekerja sama, usaha itu kini sudah melibatkan 29 perajin lokal.
Harga tas kulit kayu ini dibanderol dari mulai harga Rp300 ribu hingga Rp1 juta. Selain memproduksi tas kulit kayu, perusahaan lokal itu juga menciptakan inovasi eco-print pada media kain, tas kulit kayu, dan water paper untuk dibuat jurnal.
4. Taman Nasional Lore Lindu
Taman Nasional Lore Lindu di Poso memiliki fauna dan flora endemik Sulawesi serta panorama alam yang menarik karena terletak di garis Wallace yang merupakan wilayah peralihan antara zona Asia dan Australia. Taman nasional ini juga merupakan habitat mamalia asli terbesar di Sulawesi.
Anoa, babirusa, rusa, binatang hantu (tangkasi), kera tonkea, kuskus marsupial dan binatang pemakan daging terbesar di Sulawesi, musang Sulawesi hidup di taman ini. Anoa di Taman Nasional Lore Lindu pernah menjadi perhatian serius pihak Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL). Pasalnya, populasi satwa endemik Sulawesi Tengah itu terus menurun.
Data monitoring satwa terancam punah BBTNLL menunjukkan, tren penurunan populasi Anoa terjadi sejak 2014. Hewan langka tersebut selama ini banyak menjadi buruan, baik untuk konsumsi maupun untuk dijual kolektor satwa langka.
Terdapat pula ribuan serangga aneh dan cantik dapat dilihat di sekitar taman ini, seperti kupu-kupu berwarna mencolok yang terbang di sekitar taman maupun sepanjang jalan setapak dan aliran sungai. Lalu, ada patung-patung megalit yang usianya mencapai ratusan bahkan ribuan tahun tersebar di kawasan Taman Nasional Lore Lindu.
5. Telaga Tambing
Telaga Tambing terletak di wilayah administrasi Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso. Wilayah ini mempunyai ketinggian sekitar 1.700 meter dari permukaan laut (mdpl).
Nama telaga atau danau ini sudah terkenal sebagai spot petualangan nan seru. Lokasinya memang jauh dari keramaian. Hal itulah yang membuat danau ini menjadi salah satu destinasi favorit masyarakat setempat dan para petualang yang ingin melepas penat dari kegiatan rutinitas.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Jusman mengatakan, banyak wisatawan mancanegara (wisman) mengunjungi Telaga Tambing hanya untuk mengamati burung endemik. Mereka umumnya adalah pencinta atau pengamat burung.
Lokasi pengamatan burung, kata dia, tidak hanya di sekitar ekowisata itu, tetapi juga di beberapa kawasan hutan di Desa Kadua`a, Kecamatan Lore Utara. Tetapi, titik pengamatan paling banyak dan menarik berada di sekitar Telaga Tambing. Jusman berjanji akan membangun akses jalan untuk lokasi-lokasi pengamatan burung guna memudahkan wisatawan melakukan kegiatan tersebut.
Objek wisata itu sangat mudah dijangkau karena dekat dengan badan jalan provinsi Palu-Napu. Untuk masuk ke lokasi itu, pengunjung umum harus membeli karcis seharga Rp5.000/orang.
6. Kuliner Khas Poso
Poso punya sejumlah kuliner khas seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia. Ada Tosu-Tosu Katue, yaitu makanan khas berupa kerang yang dibuat menjadi satai. Dalam bahasa Indonesia, Tosu-Tosu Katue berarti Sate Kerang.
Ada pula Wayawo Masapi (Woku Sogili) atau belut bertelinga yang dimasak sedemikian rupa sehingga menghadirkan rasa yang istimewa. Selain itu, ada Ituwu Manu, yaitu ayam dimasak dalam bumbu, yang merupakan resep masakan warisan leluhur.
Ayam dimasak sedemikian rupa di dalam campuran berbagai bumbu, setelah matang kemudian dituangkan kedalam wadah berupa mangkuk besar. Kuliner khas Poso lainnya adalah Winaoe, Inau Tarente Sulewana, Nasi Bambu Inuyu, dan Kukisi Jongi.
Sumber: www.liputan6.com